Monday, July 10, 2006
i love 24
terinspirasi oleh kisahku bersama-sama teman di pantai mutun. kadang kalo teringat suka ketawa-ketawa sendiri.
awalnya aku benci mendengar kata "pantai" saat mayna, teman seangkatan diteknokra berkata "Eh kita maen ke pantai yuk?ke mutun aja.yuk...yuk...yuk".
duh pantai lagi, udah kayak film dono aja sukanya pergi kepantai. yang lebih parah lagi, pantai yang dituju lagi-lagi 'mutun'. padahal baru sebulan yang lalu kru teknokra maen ke pantai mutun, masa belum ada hitungan dua bulan udah mau kesana lagi.
"ada alternatif lain ngga sih selain pantai, panas banget nich"
"pantai kan murah. lagian kalo ketempat lain pasti ngabisin duit"
huh...lagi-lagi duit. kendala dari kebanyakan manusia emang duit. tapi walau begitu rencana ke pantai mutun tetap berjalan.
kumpulnya angkatan 24 teknokra untuk pergi kepantai itu adalah sekalian melepas heni yang sudah tidak lagi berdomisili di lampung. ia sudah berkemas untuk pulang ke kotanya yaitu Serang. walaupun diadji dan dwi juga sudah tidak lagi berkecimpung di teknokra namun mereka masih tinggal di lampung, jadi besar kemungkinannya masih bisa ketemu. tapi kalo heni kan mesti nyebrang pulo dulu baru bisa ketemu dan kumpul
kurang lebih satu jam perjalanan empat kendaraan roda dua melaju menuju arah hanura padang cermin. aku-dwi,mayna-diadji,heni-yudi dan diova-erik.
kira-kira pukul setengah lima sore kita tiba disana. mayna dan diadji sudah sampai terlebih dahulu. sedang yang lainnya belakangan.
kamera hasil pinjaman diam-diam, aku keluarkan dari dalam tas. maklum petinggi teknokra kebanyakan ada disana, jadi atas seijin yudi selaku pemimpin umum aku bawa kamera digital canon itu.
ceprett...ceprett...ceprett...
kebanyakan dari kita emang gila poto, mulai dari pose angkat kaki kiri, kaki kanan, ampe pantat menungging. alhasil hasilnya pun berantakan.tapi walau begitu kita semua senang.
usai lepas magrib, kita semua adakan permainan. 'truth or dead' keluar dari mulut Mayna."pake kacang-kacang pendek aja"
setuju tisak setuju permainan itu dimulai. dengan dikomandoi aku, tangan-tangan delapan orang tarik ulur.
"kacang-kacang pendek yang panjang tidak jadi" semua tangan menjulur kedepan, kecuali tangan diova.
waaaa..........suara ribut keluar dari mulut tujuh orang lainnya. "diova kena"
karena setuju tidak setuju harus nurut, diova pun menyerah. berbagai macam pertanyaan mulai dari privasi ampe provokasi dilempar ke diova.
permainan ini direkam oleh yudi dengan hp baru nya. nokia comunicator yang baru dibeli tiga hari sebelumnya. kaya yudi walau ngga ada pulsa yang penting keren.
diova pun tersipu-sipu malu saat menjawab satu pertanyaan dari heni. tapi kita semua berjanji semua jawaban dan pertanyaan yang kita keluarkan sore itu tidak akan dipublikasikan. kecuali hanya comunicator yudi yang bisa mengingkarinya.
hingga jam ditangan menunjukkan pukul 07.30, kita semua berhenti bermain. diakhir permainan yang direkam itu, kita memberikan kesan dan pesannya. "mudah-mudahan kita semua bisa berkumpul lagi empat tahun mendatang, dengan waktu yang sama, tempat yang sama, permainan yang sama dan tentuny dengan cerita yang berbeda"
ya empat tahun lagi, mudah-mudahan Tuhan masih memberikan kita semua jodoh untuk bertemu dan berkumpul lagi.
sepulang dari sana kita makan di Ratu. dan lagi-lagi ketawa mengiringi makan malam kita.
huh..hari yang tidak akan pernah aku lupakan.
Saturday, July 01, 2006
Telepon Malam
Sudah kesekian kalinya handphone kecil ku berbunyi. Kulirik jam weker disamping tempat tidur. 02:12
Ahh…enggan aku mengangkatnya. Biasanya bunyi telepon pada jam-jam tidak wajar seperti itu hanyalah dari orang-orang yang iseng. Atau sekedar ingin telepon gratisan. Maklum, banyak orang yang rela begadangan hanya untuk menanti waktu off speak agar bisa menelepon murah atau bahkan gratisan.
Kriiing...
Kembali handphone ku berbunyi.
“Ya ampun, mau ampe jam berapa sih orang itu?”
Dengan nada menyerah akhirnya Hp itu aku angkat.
“Akhirnya kamu angkat juga”
Terdengar suara Andi diujung
Pria bermuka seluler. Bagaimana tidak, setiap ada produk GSM yang menawarkan iming-iming free talk atau telepon murah, langsung ia beli.
“Dasar tukang tidur. Baru jam segini udah molor”.
“Hah! Apa katamu?”
“Hehe…becanda neng. Sorry ya ganggu malam-malam begini”.
“Ini udah bukan malam lagi. Tapi dini hari tau!”
“Iya…iya…sorry deh ganggu dini hari kayak gini”.
“Dasar muka gratisan. Udah
“Eh tunggu dulu. Bates gratisannya
“Please… temenin aku ngobrol dong. Kalau bukan gratisan mana mungkin aku telepon kamu”.
“Ok…ok…alesannya masih seperti kemarin-kemarin. Laen kali yang bisa lebih masuk akal napa”.
Dengan mata setengah terpejam aku mendengarkan ia cerita. Banyak hal yang selalu ia ceritakan. Mulai dari teman, kuliah, kecengan wanitanya sampai ayah ibunya yang selalu tidak akur. Yang aku heran lagi, setiap hari ada saja cerita yang aneh-aneh.
“Kemarin siang aku mimpi dapet beasiswa keluar negeri lho. Mau tau ngga apa yang terjadi? Ayah ibu ku ngga jadi cerai”.
“Kamu mimpinya siang bolong sih. Jadi ngga nyambung gitu, apa hubungannya beasiswa dengan ayah ibu mu yang ngga jadi cerai?”
“Abisnya kalo malam aku sibuk nelepon. Jadi jatah tidurku baru ada kalo siang. Wajar dong kalo mimpinya siang bolong”.
Huh…lagi-lagi aku kalah.
Andi memang bisa kalo buat orang menyerah. Ia selalu berkata kalo ingin pergi keluar negeri. Dikampusnya
Tapi bukan Andi namanya jika mudah menyerah. Minggu lalu ketika ditelepon, ia bercerita kalo ia baru saja membuat semacam karya tulis sebagai syarat untuk mendapat beasiswa belajar di Jepang.
“Kita liat saja nanti, aku pasti dapatkan beasiswa itu. Pengumumannya
Andi adalah teman bermain, teman bertengkar dan teman tempat aku bercerita. Sejak duduk bangku sekolah dasar ia sudah menjadi sainganku. Namun walau begitu ia selalu memberiku support untuk maju.
Sejak kecil ia sudah sering dikirim menjadi duta sekolah, hanya saja cita-citanya untuk sekolah ke luar negeri tidak pernah kesampaian. Andi memang pintar, pikirku.
Memasuki sekolah menengah atas Andi mendapat nilai tertinggi di sekolahku, namun tiba-tiba saja ayah Andi dipindah kerjakan keluar
Lagi-lagi Andi selalu menjadi yang terunggul, segala macam beasiswa ia ikuti hanya saja beasiswa untuk sekolah keluar negeri selalu gagal ia dapatkan.
***
Bunyi azan subuh mendengung dikejauhan. Itu berarti telah dua jam lebih Andi menelepon ku. Pantes telingaku panas.
“Duh waktunya udah mau habis. Kamu masih disitu
“He eh”
“Eh abis ini kamu jangan tidur. Mending juga kamu ambil wudu”.
“Iya…iya…,” jawab ku malas. Kadang-kadang Andi juga membuat ku kesal dan menjengkelkan. Ceramahnya kadang terkesan sok tau, namun ku akui ia sudah menjadi Andi yang dewasa sekarang ini. Walaupun ia satu umur dengan ku, tapi aku selalu menganggapnya seperti kakaku sendiri.
“Udah dulu ya Wi. Besok lagi aku sambung”.
“Ngga usah! Makasih banyak!” sebelum ia sempat berkata salam, Hp ku matikan.
Besok malam Hp ngga akan aku aktifkan, biar cowo edan itu ngga bisa ganggu tidurku terus-terusan, pikirku.
Karena sebagian tidurku terganggu, akhirnya ku putuskan seharian untuk tidur sepulas-pulasnya. Mumpung weekend, pikirku.
Tak terasa seharian aku jadi putri tidur. Kembali ku lirik weker disamping tempat tidur. 02:12.
Hah serius nih, udah kayak mati suri aja, pikirku. Buru-buru aku ambil wudu untuk solat duhur.
Baru saja aku selesai solat, tiba-tiba Handphone kecilku berbunyi.
Kriiing...
Nomornya tidak ku kenal, tapi aku tau pasti kalo ini nomor yang biasa meneleponku pada jam-jam tidak wajar.
Mau apa lagi anak itu, tumben dia nelepon siang-siang.
“
“Ini Dewi ya?”
Lho kok suaranya beda, ini bukan suara Andi. Kalo Andi ngga mungkin bicara sesopan itu. Tapi ini
“Iya betul. Ini sapa ya?”
“Saya Sondi temannya Andi. Kamu udah liat TV atau baca berita?”
“Lho emangnya kenapa?”
Betul juga, seharian aku jadi putri tidur mana mungkin aku sempat nonton TV atau baca Koran. Aneh juga orang ini, pikirku.
“Maap, aku baru aja bangun tidur. Jadi belum sempat liat TV atau baca berita. Memangnya kenapa?”
“Jadi kamu belum tahu kalau tadi pagi Jogya kena gempa. Gocangannya lumayan besar. Saat kejadian itu Andi sedang tertidur. Dan kamu jangan kaget ya Wi, Andi meninggal seketika. Ia tertimpa reruntuhan”.
“Hp dia aku temukan digenggamannya. Aku ngga tau mesti hubungin siapa lagi, nomor terakhir yang ada dipanggilannya hanya nomor kamu. Untung saja ibunya hanya luka ringan, ayahnya juga baik-baik saja. Sekarang mereka semua ada bersamaku di tenda pengungsian”.
Spontan tubuhku lemas. Aku tak kuasa lagi mendengar Sondi bercerita. Hp di tangan ini terlepas begitu saja. Andi meninggal!
“Wi…Wi…kamu masih disitu ngga?”
“Hallo…hallo…”
Tak kupedulikan suara Sondi yang memanggil-manggilku. Hingga akhirnya telepon itu berhenti berbunyi. Yang kupedulikan hanyalah Andi.
Bibir ini tidak lagi berucap, lidah pun seperti tak berasa. Tadi pagi adalah percakapan terakhirku dengannya. Kenapa mesti menjadi yang terakhir?. Terakhir kuingat Andi menantikan jawaban beasiswanya Senin besok. Terakhir kuingat Andi ingin sekolah keluar negeri. Terakhir kuingat Andi ingin ayah ibunya akur dan terakhir kuingat ia belum sempat mengucapkan salam padaku pagi tadi.
Ternyata mimpinya disiang bolong itu benar-benar nyata. Bencana itu membuat ayah ibu Andi menjadi akur, mungkin kini mereka menyesal. Namun bukan pergi ke luar negeri yang ia dapatkan tapi pergi jauh selama-lamanya. Kenapa mesti dia yang harus dikorbankan?
Mulai hari ini dan selamanya tidak akan lagi terdengar suara dia yang menjengkelkan itu. Walaupun menjengkelkan tapi aku merindukannya. Aku rindu dering Hp kecilku di malam hari. Aku rindu keisengannya. Aku rindu ceramah-ceramahnya yang sok tahu itu. Aku rindu semuanya. Aku rindu Andi...
U’ll never know till its gone
IT Make All be Easy
IT Make All be Easy
Information Technologi make everything can be fast and efisien.
Just as chemical or metallurgical or electrical technologies enable the processing of raw materials into usable goods, to satisfy man's and societies' needs so does Information Technology (IT) help the storage, processing, transmission and exploitation of information to satisfy a person's, company's, society's or government's needs for information.
Pioneer
And then, on 1986. my campus was build net local (LAN) in computer centre (Puskom). It had job for using modern technology.
With DUE project, on 1997 my campus build backbone of computer net University of Lampung to all building my campus, email, internet and System Information Academic (SIAKAD) which have based web to serve academic of administration with online. As not to be more that propagations can be executioner for my campus to face era Information Technology modern.
After last years on 2003, computer centre (Puskom) had finishing their work that build basis of infrastructur Information Technology (IT) and System Information (SI) on give best service which useful more techology modern.
However, we currently have little understanding about how and under what conditions that Information Technology would make a difference. Like Roth and Sanders says technology believers perceive no intrinsic obstacles to total quality assurance using information technology in higher education