Tuesday, December 18, 2007

Grandparenting: Membantu atau Campur Tangan?

Kompromi dan komunikasi dapat mengimbangi perbedaan pola asuh yang kakek-nenek terapkan kepada si kecil, khususnya dalam penerapan disiplin.

Dewi (27) langsung memasang wajah garang saat melihat putrinya Sakha (4) mengisap permen loli. Maklum saja Sakha baru saja sembuh dari sakit giginya, karena terlalu banyak makan permen. “Di kasih nenek,” begitu katanya enteng, saat Dewi menanyakan asal permen itu. Sakha sebenarnya tahu kalau Bundanya tidak akan senang bila mengetahui ia mengisap permen, karena gigi-giginya sudah banyak yang hitam dan keropos. Tapi ia pun paham, biasanya bunda tidak akan mengomel ketika tahu bahwa permen itu diperoleh dari nenek.

Kasus seperti ini, sebenarnya sangat menjengkelkan Dewi. Toh, ia tidak bisa melarang mertuanya memberikan apa yang Sakha minta. Dewi sengaja memilih tinggal dekat dengan mertua, selain karena ia baru saja menikah, karena mertuanya dapat membantu menjaga Sakha saat ia dan suaminya bekerja. Namun terkadang ia merasa campur tangan mertuanya dalam pengasuhan Sakha, sering melanggar peraturan yang ia dan suaminya terapkan untuk mendispilinkan Sakha.

Hal demikian memang sering terjadi pada pasangan yang masih tinggal bersama orangtua atau mertua, maupun tinggal berdekatan dengan mereka. Orangtua memang dituntut untuk menjadi pengasuh dan pendidik utama anak, namun ketika kakek-nenek harus ikut berperan juga dalam pengasuhan anak, pola asuh yang diterapkan biasanya cenderung permisif. Perbedaan dalam pola asuh orangtua dan kakek-nenek, misalnya dalam hal penerapan disiplin yang bertujuan untuk memandirikan si anak.

Pada dasarnya pola asuh itu sifatnya prinsipil, jadi sebenarnya tidak ada pola asuh yang salah, sebab tidak ada orangtua yang ingin menjerumuskan anaknya. Hanya saja cara mengasuhnya itu yang terkadang salah.

Dalam hal keinginan untuk mendisiplinkan anak, sebetulnya orangtua zaman dulu dan zaman sekarang relatif sama. Namun karena pengalaman hidup yang dialami, kakek-nenek menjadi tidak tega kepada cucunya. Misalnya ketika melihat cucunya seperti tidak mempunyai waktu bermain, karena sibuk les ini dan itu.

Ketika bayi baru lahir, kakek-nenek memang menjadi salah satu sumber bantuan, dukungan, dan dorongan. Mereka selalu tahu apa yang harus dilakukan jika cucunya tidak enak badan, tidak mau makan, tidak bersendawa, menangis, dan sebagainya. Banyak wanita yang bertanya pada ibu atau mertuanya, sebelum ia menanyakan kepada suami mengenai seputar masalah bayi. Namun begitu masuk ke masalah pengasuhan anak, tampaknya pengasuhan yang diterapkan orangtuanya atau mertuanya menjadi salah, sehingga timbul ketidaksetujuan dengan mereka.

Sebetulnya kakek-nenek yang terlalu banyak ikut campur dalam pengasuhan anak tidak akan menjadi masalah jika orangtua sepaham dengan kakek-nenek tentang bagaimana cara mengasuh anak. Namun justru karena berbeda, timbul berbagai masalah, bahkan beberapa pasangan sering bertengkar karena beda paham tentang seberapa jauh orangtua mereka (kakek-nenek) bisa mengasuh anak. Sebagian besar terjadi karena mereka kurang komunikasi mengenai cara mendidik yang ‘baru’ sesuai dengan zaman untuk anak. Biasanya kakek-nenek terlalu memanjakan si anak. Aturan yang sudah diterapkan oleh orangtua kepada anak-anaknya justru dilanggar kakek-neneknya. Hal ini dapat menimbulkan perselisihan pada beberapa pasangan.

Ketika kakek-nenek ikut campur
Pengasuhan yang dilakukan kakek-nenek (grandparenting), yang bisa juga disebut ‘kesempatan kedua untuk menjadi orangtua’. Sehingga tidak heran banyak kakek-nenek yang ingin terlibat dalam pengasuhan cucu mereka, atau tidak jarang pula mereka melakukan ini untuk ‘menebus dosa’ atas ketidakmampuan yang dulu dialami ketika membesarkan anak mereka sendiri.

Adanya perbedaan pola asuh ini baik langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada kemandirian anak. Misalnya anak akan menjadi kurang mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugas hariannya seperti makan, mandi, atau kurang mandiri dalam menyelesaikan masalah. Namun yang menjadi masalah adalah ketika nenek tidak mengizinkan si cucu makan sendiri, alasannya anak masih kecil, akan berlepotan, berantakan, dan sebagainya. Padahal orangtua tahu bahwa untuk memandirikan anak, anak harus diberi kesempatan untuk makan sendiri sejak kecil.
Tetapi campur tangan kakek-nenek dalam pengasuhan cucu, hendaknya tak hanya dilihat dari sisi jeleknya saja. Ada juga sisi positifnya. Misalnya kakek-nenek dapat berbagi ilmu dan pengalaman dalam mengasuh anak, sehingga anak mendapatkan pengasuhan yang lebih baik seperti pengaturan menu makanan, atau si anak tidak melulu bergaul dengan pengasuhnya. Sisi positif lainnya, biasanya kakek-nenek sering mengajarkan bekal keterampilan kepada si anak. Misalnya menanam pohon, bercerita tentang silsilah keluarga, pengalaman hidup mereka, dan lain sebagainya. Di pihak lain, si anak pun bisa belajar dari segala pengalaman yang sudah dialami oleh kakek-neneknya.

Namun jika sikap memanjakan cucu yang ditunjukkan kakek-nenek ini terus dilakukan akan menyebabkan penerapan disiplin yang sudah diterapkan menjadi tidak konsisten. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan si anak memiliki kecenderungan negatif. Bisa jadi si anak akan membantah perintah orangtua dengan berlindung pada kakek dan neneknya, sehingga memperburuk hubungan orangtua-anak. Selain itu kemampuan anak dalam mengekspresikan emosinya juga terkadang menjadi kurang tepat, misalnya mudah merengek, merajuk, serta kurang percaya diri. Nenek atau kakek biasanya kurang tegas dan kurang dapat menolak permintaan si anak atau cucunya. Kalau mereka terlalu memanjakan si anak maka pola asuh yang sudah ada akan membuat si anak bingung. Oleh karena itu orangtua seharusnya memiliki keberanian untuk berbicara dengan kakek-nenek (orangtua atau mertua) mengenai permasalahan pola asuh yang tepat.

Kompromi dan komunikasi
Tidak ada yang lebih baik antara tinggal berdekatan orangtua atau tinggal berjauhan, semuanya ada sisi negatif dan positifnya. Jika pasangan tinggal berjauhan campur tangan kakek-nenek terhadap pola asuh anak memang tidak sedemikian intens. Namun akan sulit melarangnya, jika mereka tinggal berdekatan atau bahkan serumah dengan orangtua atau mertua.

Kultur di Indonesia, kakek-nenek tidak tega kalau cucunya dilarang ini-itu. Sementara orangtua ingin menegakkan disiplin. Perbedaan semacam ini hendaknya dapat dikompromikan melalui diskusi antara anak dengan orangtua, yang kini sudah sama-sama menjadi orangtua. Dengan demikian, tidak akan ada lagi anggapan bahwa yangtua lebih berpengalaman dan pandai dalam hal mengasuh anak.

Jika kakek-nenek terlalu jauh mengintervensi si cucu karena mereka sering tidak diberi peran yang jelas dalam mengasuh anak-anak. Oleh karena itu pada saat membahas mengenai pola asuh anak, sebaiknya kakek-nenek juga diajak berembug dan berdiskusi serta dilakukan kesepakatan yang baik antara mereka. Misalnya kakek atau nenek bertugas untuk mengajarkan hal-hal yang religius, mengantar jemput sekolah, mengawasi makan, tetapi untuk urusan mengerjakan PR tidak boleh turut campur. Dengan begitu mereka merasa dilibatkan dalam mengasuh cucunya.

Pertama-tama perlu diberikan pengertian mengenai tahapan perkembangan anak kepada mereka. Sebagai pasangan yang sudah mempunyai pola asuh untuk anak-anaknya, mereka perlu diingatkan kembali akan tahap perkembangan anak sesuai usianya. Hal ini penting agar kakek-nenek juga mengerti apa yang harus mereka lakukan. Hal-hal yang dapat dikompromikan misalnya penerapan disiplin yang bertujuan untuk melatih kemandirian. Kakek-nenek dalam hal ini bertugas untuk mengawasi saja.

Namun dari beberapa hal yang dikomunikasikan dan dikompromikan, si anak juga perlu diajak berdialog dan berdiskusi. Biasanya mereka yang berusia SD sudah dapat diajak bicara. Misalnya gambarkan risiko yang akan ia dapatkan ketika ia tidak mengerjakan PR dan terus bermain. Bagi mereka yang masih kecil (balita), orangtua dapat memberikan contoh misalnya ajak anak untuk makan bersama di meja makan dalam suasana yang lebih menyenangkan. Beri penghargaan positif bila anak dapat melakukannya walaupun masih belum sempurna.

Anda sebagai orangtua juga harus mampu mengajarkan hubungan interaktif kepada kakek-nenek mereka. Berikan waktu kepada mereka untuk bersama-sama dengan kakek-nenek, juga Anda. Dengan begitu kakek-nenek selalu merasa dilibatkan dalam mengasuh cucunya.

Meskipun begitu, orangtua masa kini harus mempersiapkan mental untuk menghadapi hubungan kakek-nenek dengan cucu yang mungkin akan berbeda di masa depan. Seiring berubahnya waktu, kehangatan dan keintiman yang ditunjukkan anak-anaknya sekarang kepada kakek dan nenek barangkali tidak akan mereka alami dengan cucunya kelak.

Yang terakhir,ingatlah, bagaimanapun juga orangtua Anda yang telah berjasa membesarkan Anda, begitu pula mertua yang telah membesarkan pasangan Anda. Kalaupun dulu mereka melakukan kesalahan, biarkan mereka menebusnya sekarang dengan berbuat baik terhadap anak Anda. Perbedaan? Selama Anda dan mereka mempunyai tujuan untuk mencintai si kecil, mengapa tidak?

Tips berbagi pola asuh kepada kakek-nenek tanpa menimbulkan perselisihan:
1.Pertama-tama ajak kakek-nenek berdiskusi mengenai pola asuh yang akan diterapkan dan tujuan pendidikan anak,
misalnya kemandirian bagi si anak.
2.Setiap pasangan harus siap menjadikan sesuatu menjadi lebih baik, untuk itu harus ada pengorbanan dan keberanian
berbicara kepada orangtua atau mertua. Tentu saja cara penyampaian pola asuh ini harus dengan baik-baik dan rendah
hati. Gunakan kata ‘mohon pertolongan’, karena secara pikologis maknanya kuat sekali.
3.Berikan paparan aturan dasar yang akan diterapkan pada seluruh anggota keluarga. Misalnya larangan menonton televisi
selepas Magrib. Aturan tersebut harus dipatuhi oleh setiap anggota keluarga termasuk kakek-nenek.
4.Hindari membentak atau mendebat kakek-nenek. Kalaupun ada perselisihan, hendaknya dibicarakan tidak di dekat anak,
karena anak merupakan pengamat yang sangat baik.
5.Untuk menghindari biang-biang perselisihan, sebaiknya membiasakan pertemuan yang teratur, sekedar menjaga
keakraban. Misalnya makan malam bersama keluar.
6.Setiap pasangan hendaknya menyadari bahwa kakek-nenek adalah orang yang paling peduli pada cucunya, seperti
menceritakan kisah-kisah masa lalu, menanamkan kebanggaan keluarga, dan meningkatkan pengetahuan anak tentang
kebudayaan.
7.Dalam menghadapi kakek-nenek, hendaknya menyadari bahwa mereka adalah model bagi sang anak. Oleh karena itu bila
ingin perlakuan yang baik dari anak-anak di masa tua, hendaknya memberikan mereka contoh yang baik.
8.Walapun ada perbedaan cara pengasuhan, tetap berikan waktu kepada kakek-nenek untuk mengasuh cucu-cucunya. Hal
ini bukan saja hanya memberikan kebahagian bagi mereka yang sudah memasuki usia senja, namun juga bermanfaat bagi
anak-anak.

5 comments:

Unknown said...

Hmm... Emak gue..... Diajak diskusi???? Ngajak ngobrol biar anak gue gak dikasih makan wktu umur sebulan aja reaksi nya kayak orang mbakar sungaaai...😩

Anonymous said...

Wkwkwkwk,,sama kek emak pak gw,,boro2 di ajak diskusi baru jg mo ngmg udh kena grojogan rohani dulu,dblg udh pinter ceramah skrg ye,bukan bakar sungai again,,tp bakar lautan������

Anonymous said...

Bapak saya udah dikasih tau baik2 jangan kasih mainan yg bahaya atau makanan minuman yg menurut saya si anak belum bisa makan eh malahan saya yg dibilang terlalu formal ngurus anak, alhasil anak saya 4 hari di rawat di RS karena masalah pencernaannya..

Unknown said...

Jangankan diajak ngomong baik², baru buka mulut ud kena semprot, karena mereka merasa ud berpenalaman dalam mendidik anak 🤦

Anonymous said...

ngajak diskusinya gmn ya? pengen banget dingrtiin kalo udh pny pola asuh sndiri..tp dr awal ya udh d interupsi cara ngasuhnya..pengen banget ngontrak.. 😭