Monday, August 20, 2007

Jika Pasangan Tetap Memilih Bertahan........

Sikap bertahan dalam konflik bagi sebagian suami istri justru dapat membawa kebaikan bagi hubungan. Adakalanya konflik jadi bumbu dan perekat perkawinan serta menambah wawasan saling memahami perasaan, pikiran dan keinginan pasangan.

Saat berikrar menjadi suami istri dan sanggup mengarungi setiap badai yang menerpa hingga akhir hayat, tak satu pasangan yang berniat untuk kemudian berpisah atau bercerai. Namun, dalam menjalani perkawinan konflik yang muncul seringkali tak tertahankan. Banyak kisah perceraian yang terjadi. Tapi, banyak pula yang tetap bertahan dengan segala alasan. Padahal tak jarang di antara mereka sudah tak memiliki ikatan emosional lagi walau tetap hidup serumah. Mungkinkan pasangan sanggup terus bertahan dan hidup rukun seperti sebelumnya? Bagaimana pengaruhnya bagi tumbuh kembang anak yang ada?

Biasanya, pasangan suami istri yang memilih untuk tetap bertahan dikarenakan beberapa faktor. Pertama faktor financial, yang jika mereka berpisah maka kondisi ekonomi yang akan dimiliki nanti tidak sebaik saat bersama. Kedua, mempertahankan nama baik. Bila bercerai, maka kredibilitas mereka menjadi jelek di mata keluarga dan lingkungan di sekitarnya. Karena, misalnya, tak ada di riwayat keluarga yang melakukan penceraian.
Ketiga, status. Sebagian besar pihak yang bertahan adalah wanita karena tak mau menyandang status janda. Keempat, keberadaan anak. Sebagian besar pasangan memutuskan tetap bertahan karena faktor anak. Mereka ingin membesarkan anak-anak bersama dan biasanya ketika anak-anak sudah besar mereka akan bercerai. Kelima keyakinan. Ada beberapa agama yang melarang penceraian, perpisahan yang karena maut. Meskipun dalam kondisi masih berkonflik seharusnya pasangan yang bertahan itu terus mencari solusi mengatasi konflik itu sendiri.

Memang tidak enak rasanya tinggal satu atap tapi hati sebenarnya sudah tidak menyatu, terlebih lagi bagi pihak yang memutuskan untuk tetap bertahan tadi. Konsekuensi yang dihadapi pihak yang bertahan tidaklah gampang. Sakit hati, tentu terus menyertai. Kemungkinan konsekuensi yang harus diterima bagi yang bertahan adalah perang dingin, pisah ranjang, dan kondisi yang tidak enak ketika sedang bersama-sama dengan anak-anak.

Yang membuat kesal tentu jika salah satu tidak menjalankan perannya dan hanya menumpahkan tanggung jawab sepenuhnya pada satu pihak saja. Kendala yang dihadapi pihak yang bertahan dengan perasaannya yang tidak enak itu ia harus tetap dapat menghadapi anak-anaknya dengan baik.

Acting di depan anak-anak

Bertahan dalam konflik bukan sesuatu yang mudah bagi seseorang. Situasi ini bisa menguras energi dan pikiran bagi pihak yang bertahan. Apalagi bila konflik tidak kunjung selesai dan tidak ada solusi, maka akan membuat konsentrasi mereka dalam menjalankan aktivitas sehari-hari mudah teralih. Yang ada mereka kurang dapat optimal dalam melakukan aktivitas dan pekerjaannya. Bahkan dampak konflik orangtua lambat laun juga dapat dirasakan dan berimbas pada kesehatan mental anak-anak. Untuk itu, sebaiknya suami istri perlu mawas diri dengan tidak mengedepankan ego masing-masing. Mereka harus mampu berpikir jernih dan mampu melakukan introspeksi diri. Ber-acting dan pura-pura seperti menjadi suami istri yang normal mungkin mudah dijalankan di awal, namun lama kelamaan akan membuat lelah fisik dan mental.

Jika pasangan tetap bertahan demi anak-anak yang masih kecil-kecil tentu akan memberikan stres tersendiri bagi yang bertahan itu. Mereka beraksi tetap menjalankan peran sebagai sosok suami istri dan orangtua. Acting yang mereka lakukan sebenarnya membuat tertekan, tidak dapat ekspresi apa adanya karena penuh dengan ke pura-puraan dan kebohongan. Namun karena hal ini menjadi tuntutan tersendiri dan dilakukan terus menerus, kemungkinan bisa membuat mereka akhirnya terbiasa. Bahkan bisa saja lambat laun hubungan justru menjadi seperti pertemanan saja. Mereka bisa saling bekerja sama, diskusi dan membicarakan kondisi anak-anak karena sadar masih memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan dan pendidikan anak.

Sikap bertahan dalam konflik bagi sebagian suami istri justru kemudian dapat membawa kebaikan bagi hubungan yang ada. Adakalanya konflik menjadi bumbu dan perekat perkawinan. Melalui konflik dan friksi dapat menambah wawasan untuk saling memahami perasaan, pikiran dan keinginan pasangan. Yang penting bukan pengalaman konfliknya, tapi bagaimana cara mereka mencari solusi dari konflik yang terjadi. Pasangan harus sadar dan memahami adanya perbedaan di antara mereka.

Namun demikian, konflik dapat menjadi tidak sehat jika terjadi terus menerus tanpa ada penyelesaian. Apalagi bila hal ini dilakukan di depan anak-anak. Anak-anak akan merasa tidak nyaman berada di rumah, kesehatan mental mereka dapat terganggu dan prestasi belajar mereka pun dapat menurun. Yang lebih parah, persepsi mereka terhadap relasi suami istri dan konsep perkawinan akan cenderung negatif.

Efek terhadap anak dan keluarga
Sebenarnya kepura-puraan itu tidak baik, akan tetapi menunjukkan pertikaian pun juga tidak baik. Jadi jalan terbaik adalah menyelesaikan dahulu permasalahan, agar mereka dapat memperlihatkan ke anak-anak yang benar dan tidak pura-pura karena kalaupun pura-pura pasti akan kelihatan. Bagi anak yang sudah mengerti akan permasalahan orangtuanya besar kemungkinan akan mengalami perubahan, misalnya menjadi pribadi yang tidak mau peduli, tidak percaya diri, egois, dan lainnya yang tergantung kondisi temperamen anak.

Walaupun dalam dunia psikolog hal ini tidak disarankan, namun dengan melihat upaya dari salah satu orangtua dalam mempertahankan perkawinan tentu memiliki dampak positif pada anak. Karena anak akan mengambil pula pembelajaran yang dilakukan oleh orangtuanya dan diharapkan akan menjadi salah satu bekal kehidupan ketika mereka suatu saat mengalami kondisi serupa.

Tips bertahan dalam konflik
1.Segera menemukan sumber masalah dan mencari penyelesaiannya.
Anda beserta pasangan harus membicarakan permasalahan yang sedang dihadapi. Anda boleh mendapatkan penyelesaian masalah dengan bantuan pihak yang terpercaya dan kompeten, seperti pemuka agama dan psikolog untuk mencari benang merahnya. Misalnya, jika pasangan berselingkuh, maka cari tahu apa yang membuatnya menjadi demikian, sehingga yang harus dilakukan adalah membenahi diri.

2.Introspeksi. Bila Anda sudah mengetahui penyebab konflik, cobalah untuk berintrospeksi. Ini yang seringkali sulit dilakukan. Pasalnya, masing-masing pasangan pasti merasa dirinyalah yang benar. Mereka tak bakal bisa menerima kenyataan bahwa dirinyalah pangkal sebab munculnya konflik tersebut. Mungkin, Anda malu mengakui secara jujur kekurangan, tapi cobalah menjawab dengan jujur pada diri sendiri bahwa yang dikatakan pasangan Anda ada benarnya. Namun, tentunya pasangan juga harus melakukan hal serupa.

3.Jangan memperbesar masalah. Jika Anda dan suami sudah tahu sumber keributan dan konflik dalam rumahtangga, sebaiknya jangan memperbesar masalah. Juga, jangan mencari masalah baru. Misalnya, melakukan tindakan kompensasi untuk memenuhi rasa kecewa, marah atau sakit hati. Pasalnya, ini justru akan memperkeruh suasana dan menjauhkan dari penyelesaian masalah. Yang diperlukan adalah kebesaran hati menerima keadaan yang ada sambil mencoba cara membenahi diri dan situasi.

4.Komunikasi. Apapun, komunikasi merupakan pondasi sebuah hubungan, termasuk hubungan dalam perkawinan. Tanpa komunikasi, hubungan tak bakal bisa bertahan. Jadi, seberat apapun situasi yang tengah Anda hadapi, sebaiknya tetap lakukan komunikasi dengan pasangan.

5.Cari teman curhat. Kondisi seperti ini memang tidak mengenakkan. Hati merasa tertekan, namun dipihak lain Anda harus menjadi pemain sandiwara ulung. Bagaimana pun stres akan menjalari Anda. Kondisi tak nyaman ini bisa diatasi melalui berbagi dengan orang terdekat, sahabat misalnya. Dengan berbagi beban pikiran akan terasa lebih ringan. Yang harus dicermati, jangan mencari teman curhat yang lawan jenis, karena belum tentu sepenuhnya ia akan mendukung Anda. Selain itu, carilah orang yang terpercaya dan bukan pengedar gosip, karena kisah Anda mungkin tersebar dan bisa mempersulit keadaan.

6.Ingat anak. Anak biasanya menjadi senjata terampuh untuk meredam konflik antara suami istri. Ingatlah bahwa mereka masih sangat membutuhkan Anda dan pasangan, karenanya ketidakjujuran dan kepura-puraan juga tidak baik ditunjukkan pada mereka.

7.Buka lembaran baru. Jika Anda dan pasangan akhirnya bisa kembali rukun, maka Anda
harus siap membuka lembaran baru bersamanya. Jangan pernah mengungkit persoalan dan
penyebab konflik. Yang paling penting saling mengingatkan dan memperbaiki
kekurangan-kekurangan yang ada. Berpikirlah bahwa orang yang baik bukan berarti tak
pernah berbuat kesalahan. Tapi, orang yang baik adalah yang menyadari kesalahannya
dan berketetapan tak mengulang kesalahan itu.

12 comments:

...Cerita, Cinta & Caci maki... said...

aduh mbak rieke...isi postingannya ini bener² pas untuk menggambarkan situasi hati saya saat ini lho mbak..
memilih bertahan itu sungguh² bikin saya "pegel hati"...habiss, semua yang saya rasakan cuma saya pendam dalam² di tenggorokan, karena saya tahu kalo saya ungkapkan ke suami yang ada cuma membuat perang dunia ke 3 dimulai tanpa ada jalan keluar. saya akui dengan membuat "perang dunia" itulah segala masalah yang kami hadapi kemarin² bisa diselesaikan, walaupun harus dengan istilah tarik urat dan debat abis² dengan suami...tapi sekarang ini saya malu kalo kami bertangkar, malu kedengaran sama tetangga...jadi ya itu, saya memilih mendiamkan dan suami melakukan hal yang sama..saya sadar kalo nggak cepat² diakhiri sampai kapan kami akan terus²an saling buang muka dan menganggap nggak ada satu sama lain padahal kami berada dalam rumah yang sama??? ...

Rieke Pernamasari said...

mb novi, memang sangat mengerikan keadaan yang menimpa mba. kadang-kadang hati selalu bertentangan dengan keinginan. Komunikasi adalah satu-satunya jalan yang mungkin bisa mbak jalanin, karena tanpa komunikasi kehidupan keluarga akan hambar, meskipun kita tinggal seatap. Mudah-mudahan tulisan saya ini bisa memberikan masukan bagi mbak, setidaknya tips-tips yang saya tulis bisa menjadi inisiatif bagi mbak dan mbak bisa mengaplikasikannya. Mudah-mudahan mbak juga diberi jalan keluar, dan Tuhan memberikan tingkat kesabaran yang besar pada mbak dan suami serta keluarga. Good luck ya mbak. Terimakasih sudah mampir ke blog ku :)

mama ira said...

Q sring brtngkar dg swmi,,krna q mrsa diantara qt mmng sdh td da kccokn.bnyk yg sya td suka dri dia..sya sdh sring mmbicrakn ni,tp ttp sja td da prubhn.dia ttp sprti tu.sya cma bosan dg rmh tangga yg sprti ni,,,

mama ira said...
This comment has been removed by the author.
mama ira said...
This comment has been removed by the author.
mama ira said...
This comment has been removed by the author.
gus ton said...

Suami / istri selingkuh dan kabur, rejeki seret, usaha macet karena pengaruh energi negatif dll? Solusi dg doa2 dan ritual2 khusus. Hub : 0815 6766 2467. Biaya seikhlasnya, krn niat menolong sesama.

Unknown said...

Yg diposting benar benar kehidupan saya skrg.menjalanin rmh tangga yang penuh dgn sandiwara didepan anak" Dan klrg

Unknown said...

Yg diposting benar benar kehidupan saya skrg.menjalanin rmh tangga yang penuh dgn sandiwara didepan anak" Dan klrg

Vhita Humaira said...

Capeeee

Vhita Humaira said...

Capeeee

Unknown said...

Capee..