Monday, September 10, 2007

Berbagi Peran, Berbagi Beban

Pada sebagian kalangan masyarakat, berlaku anggapan bahwa istri bertugas melahirkan anak dan suami bertugas mencari nafkah. Namun bagaimanakah dengan keluarga yang belum memiliki anak, atau istri yang tidak dapat mempunyai anak, apakah ia tidak patut untuk dinafkahi? Lalu dimanakah peran suami?

Sebelum memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang perkawinan, banyak orang yang cenderung hanya memikirkan diri sendiri. Namun kondisi tersebut akan sulit dipertahankan ketika mereka mulai membangun rumah tangga. Ego masing-masing mau tidak mau harus berkurang, beberapa hal bahkan terpaksa dihilangkan. Setelah menikah, tenggang rasa dan sikap saling bantu amat dituntut pada setiap pasangan. Baik bagi mereka yang baru mendirikan rumah tangga, atau yang sudah lama menjalani kehidupan bersama.

Hubungan suami istri yang harmonis akan menjadi dasar pertumbuhan sebuah keluarga. Oleh karena itu sebaiknya sebelum menikah, konsep hubungan suami istri sudah dibicarakan dan disetujui bersama demi kepentingan bersama pula. Tak jarang kompromi untuk menyiasati perbedaan suami istri berupa pembagian peran dan tangggung jawab yang kaku. Namun peran yang kaku mengenai tugas dan peran istri dan suami, dapat membawa implikasi psikologi dan sosial yang sangat kompleks. Ketika role expectation dari masing-masing pihak tak terpenuhi, kondisi tersebut berpotensi menjadi pemicu masalah.

Pembagian peran antara suami istri semuanya berbalik pada perjanjian awal saat mereka menikah. Namun perlu ditekankan bahwa tugas utama untuk menghidupi keluarga ada pada suami. Istri bisa saja mengemban tugas itu, tetapi hal itu karena sesuatu hal yang di luar dugaan. Misalnya suami sudah tidak bisa bekerja atau karena masalah lainnya. Tapi meskipun istri bekerja, perlu disadari bahwa tugasnya hanyalah sebagai penopang atau penambah. Jadi kalau penghasilan istri lebih besar dari suami, si istri tidak boleh sombong karena manusia juga mempunyai mutual-respect. Bila suami sensitif tentu ia akan merasa minder.

Suami, mempunyai tugas untuk mencari nafkah dan bertanggung jawab terhadap keluarga, karena ia berperan sebagai kepala keluarga. Namun selain bertugas mengayomi, melindungi, dan berlaku lebih bijak terhadap istri dan anak-anaknya, suami juga dapat menjalankan pekerjaan yang biasa istri lakukan, yaitu mengurus pekerjaan rumah tangga. Begitu pula istri, selain bertanggungjawab terhadap pekerjaan rumah tangga ia juga berperan untuk selalu mendukung dan menolong suami ketika ia mengalami kesulitan, misalnya dalam mengambil keputusan. Istri dapat menjadi orang yang paling berpengaruh dalam setiap keputusan yang diambil suami.

Mengenai pembagian peran suami istri ini hubungan suami istri yang ideal berupa hubungan “partnership”. Hubungan kemitraan ini menurutnya paling ideal dalam era perubahan yang terjadi dewasa ini, dan berbagai tuntutan yang muncul. Namun penerapan hubungan tersebut juga harus secara fleksibel. Meski suami sebagai kepala keluarga merupakan final decision maker, bukan berarti ia tidak bisa menerapkan hubungan yang bersifat partnership. Setiap keputusan yang diambil harus demi kepentingan keluarga. Hubungan partnership akan lebih banyak berperan pada pembagian tugas dalam keluarga, seperti mendidik dan membimbing anak, mendelegasikan pekerjaan rumah tangga ke pembantu, dan lain-lain.

Apalagi bagi pasangan yang sama-sama bekerja. Selain menerapkan konsep hubungan kemitraan, seorang istri yang bekerja juga harus memiliki konsep manajemen rumah tangga yang baik. Dengan demikian kepentingan-kepentingan rumah tangga tidak boleh terabaikan, karena perhatian dan energi sang istri lebih didominasi oleh pekerjaan.

Tanggung Jawab

“Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Menghadapi tuntutan hidup yang semakin besar saat ini, suami istri dituntut untuk melakukan tugas bersama-sama, apalagi bila keduanya bekerja. Suami tidak bisa sepenuhnya mengharapkan istri adalah orang yang satu-satunya bertanggungjawab terhadap anak. Namun pekerjaan apa yang harus dikerjakan, semua itu tergantung dari kesukaan dan minat masing-masing?

Misalnya ada suami yang tidak suka beres-beres tapi dia suka masak, maka saat libur dia bisa memasak dan istri yang beres-beres rumah. Begitu juga pada saat pembantu tidak ada. Suami istri sebaiknya menyadari bahwa tugas rumah tangga merupakan tanggung jawab bersama. Tanpa kesadaran tersebut, maka kedamaian di dalam rumah bisa sering terganggu. Bukan alasan lagi bagi suami istri untuk tidak saling membantu dalam urusan rumah tangga.
Jika salah satu dari pasangan tidak dapat menjalankan tugasnya (misalnya, mengecek PR anak) karena tuntutan pekerjaan, maka pasangan lainnya dapat menggantikan. Saling menggantikan tugas mendidik anak ini, merupakan bentuk tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, komunikasi antara suami dan istri menjadi sangat penting. Hal ini sangat mudah dilakukan mengingat ketersediaan fasilitas dan teknologi komunikasi yang kian maju.

Salah satu syarat dalam rumah tangga adalah mengembangkan relasi terbuka. Artinya keduanya harus membiasakan diri mengungkapkan apapun yang dirasakan dan diinginkan tanpa khawatir salah satu pihak merasa sakit hati. Saling menghargai bisa terwujud kalau komunikasi antar pasangan berjalan baik dan efektif. Istri menceritakan apa pun yang dilakukannya, suami juga melakukan hal yang sama. Komunikasi yang lancar biasanya membuat suami istri merasa saling membutuhkan.

Saat ini sudah tidak lagi berlaku pembagian tugas rumah tangga secara gender. Sudah bukan hal aneh lagi, bila suami melakukan sejumlah tugas rumah tangga seperti membeli makanan dan belanja ke supermarket. Demikian pula dalam hal mendidik anak. Mendidik anak harus dilakukan berdua, karena anak harus mendapat figure ayah sebagai pemimpin keluarga dan ibu sebagai pendampingnya. Sehingga peran suami istri lebih pada ‘spirit’, bahwa seorang Ibu lebih sebagai ‘direktur operasional’ di dalam keluarga, sedangkan Ayah sebagai ‘presiden direktur’ yang membawa seluruh keluarga kepada tujuan yang hendak dicapai dan sebagai pemegang keputusan final.

Selain tanggung jawab, hal utama yang perlu diterapkan oleh pasangan adalah komunikasi dan toleransi. Karena terkadang suami kurang mempunyai sifat sensitif, maka jika istri merasa tidak nyaman dengan beban pekerjaan rumah tangga yang diembannya, maka ia harus membicarakannya kepada suami.

Sebaliknya seorang istri yang ingin ”menegur” suami haruslah memilih waktu dan masa yang tepat, seperti ketika hendak tidur atau waktu istirahat pada petang hari. Pada saat-saat itulah suami biasanya berpikiran tenang dan terbuka. Istri juga perlu bersikap toleran dan menghargai keadaan suami. Bila suami tiba-tiba tidak bisa melakukan tugasnya, maka istrilah yang harus menggantikannya.

Dengan adanya pengaturan tugas masing-masing pasangan, maka tak sepantasnya lagi suami mengharapkan istri menjadi satu-satunya pihak yang bertanggungjawab atas segala sesuatu yang berkaitan dengan anak. Mulai dari perhatian, pengajaran, makanan, hiburan, sampai dengan kebersihan rumah. Dengan menerapkan sikap toleransi di dalam rumah tangga maka permasalahan akibat saling menggantungkan terhadap pasangan tidak mungkin terjadi.

Misalnya, ketika sang istri harus menghadiri sebuah rapat penting sementara anak sendirian di rumah dan pembantu pulang kampung. Bila suami tidak memiliki pekerjaan yang mendesak, maka ia berkewajiban menggantikan tugas istri yakni menjaga si kecil bahkan mungkin termasuk memasak untuk anak. Bila suami sudah bersedia menolong istri, ucapan terima kasih perlu sentiasa diucapkan supaya si suami merasa dirinya dihargai.
Kerja Sama Antar Anggota

Pada dasarnya pembantu rumah tangga bukan pekerja yang bisa mengerjakan seluruh tugas rumah tangga. Sesuai sebutannya, ia hanya berfungsi sebagai “helper”, bukan pengganti fungsi orangtua bagi anak. Jangan sampai pembantu menjadi pemisah hubungan orang tua dan anak. Hal ini perlu ditanamkan kepada anak-anak, agar hubungan emosional tetap terjalin kepada orangtua sejak anak-anak masih kecil. Begitu juga dengan pasangan yang sama-sama sibuk bekerja, sebaiknya tetap harus memprioritaskan komunikasi kepada anak. Berusaha semaksimal mungkin agar mereka dapat menjadi panutan anak-anak, sehingga anak-anak tidak mencari panutan di tempat lain.

Pembagian tugas di dalam rumah tangga tidak melulu dilakukan oleh suami istri. Mereka yang mempunyai anak cukup besar bisa melibatkan anak-anak dalam pekerjaan rumah, namun cukup yang ringan-ringan saja. Anak-anak dapat diberi pengertian bahwa semua orang yang ada di dalam rumah dapat berperan, misalnya merapikan bekas mainannya atau tempat tidurnya.

Anak-anak perlu diberi batasan tugas dan tanggung jawab yang besar kecilnya disesuaikan dengan kematangan usianya. Dalam proses perkembangan anak, memberi contoh adalah cara yang paling efektif untuk mengharapkan anak melakukan sesuatu. Misalnya menerapkan konsep hidup sehat. Di sini orang tua dapat memberi contoh bagaimana mengatur keseimbangan hidup melalui makan yang sehat, cara hidup yang sehat, olah raga teratur, berpikir yang positif dan optimis, mengerjakan sesuatu dengan penuh ketekunan untuk menghasilkan sesuatu yang besar, dan lain-lain. Tugas dan tanggung jawab kepada anak harus selalu diingatkan agar nilai tersebut dapat diinternalisasi pada masing-masing individu anak.
Melepas Ketergantungan Pembantu

Ada sebagian pasangan menikah ‘kelimpungan’ saat pembantu dirumah pulang kampung atau mendadak ijin karena sakit. Tiba-tiba saja rumah Anda menjadi ”porak poranda” karena tidak terurus. Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi jika anggota keluarga sudah terbiasa berbagai tugas melakukan pekerjaan rumah.

Rosdiana menambahkan bahwa pemilik rumah dengan pembantu memiliki hubungan mutualisme, dimana pembantu mengerjakan pekerjaan rumah, sedangkan si pemilik mendapatkan hasilnya. Namun keadaan ini tidak terlalu baik jika sepenuhnya pekerjaan diserahkan kepada pembantu. Jika memang pembantu perlu ada didalam rumah, maka ia hanya cukup melakukan pekerjaan rumah saja, sedangkan pekerjaan mengasuh anak tetap dilakukan oleh suami istri. Sebagai orangtua, kita tetap mempunyai tugas untuk mengurus anak. Belanja bulanan, mengatur menu, pekerjaan sekolah (PR) anak-anak, dan lain-lain juga dapat dilakukan oleh orangtua. Hal itulah yang bisa dibagi dengan anggota keluarga lainnya.

Begitu pula ketika menghadapi Hari Raya. Pembantu yang mudik atau pulang kampung tidak perlu meresahkan atau malah menjadi beban yang amat berat bagi pasangan menikah. Hal ini justru menjadi ajang bagi suami istri untuk menjalin hubungan menjadi lebih erat lagi. Misalnya mencuci mobil bersama-sama, memasak bersama, membereskan rumah dan lain sebagainya. Dengan membagi tugas antara pasangan, pekerjaan apa saja yang harus dilakukannya justru akan menambah keharmonisan di dalam keluarga.

Tips bagi pasangan dalam berbagi tugas
1.Kompromi dengan melakukan komunikasi terbuka dengan pasangan, pekerjaan dan tugas
rumah tangga apa yang harus dilakukan masing-masing.
2.Dalam membagi tugas atau pekerjaan tersebut, sebaiknya disesuaikan dengan minat dan
kesukaan pasangan masing-masing.
3.Jangan memaksakan pasangan kita untuk melakukan pekerjaan yang tidak disukainya.
4.Jangan menganggap pekerjaan rumah adalah pekerjaan yang amat berat.
5.Kurangi standar hasil pekerjaan. Misalnya ketika ada pembantu lantai bersih
kinclong, maka bila pembantu tidak ada bersih saja pun cukuplah. Menu masakan yang
biasanya lima macam dalam satu hari jika dimasak pembantu, ketika harus masak
sendiri bisa dikurangi menjadi tiga macam menu saja.
6.Selain suami, libatkan juga anak-anak agar keharmonisan dalam keluarga bisa lebih
terjalin.
7.Jangan terlalu mengharapkan hasil yang sempurna dengan hasil pekerjaan yang
dilakukan oleh suami. Bagaimanapun juga diperlukan proses dalam melakukan semuanya
itu.
8.Jika suami enggan membantu menguruskan rumah tangga, isteri haruslah bijak untuk
memainkan peranan dengan menegur sikap suami dengan cara baik dan lembut. Pilih
waktu dan saat yang tepat.
9.Ucapkan terima kasih kepada pasangan Anda seusai ia melakukan tugasnya. Agar ia
merasa dihargai.
10.Kesetaraan dalam melakukan tugas rumah tangga bisa berhasil apabila pasangan
saling menghargai. Misalnya, suami bangga dan mendukung karier istri di luar
rumah. Sebaliknya, istri pun menghargai keterlibatan suami dalam mengelola tugas
rumah tangga.

4 comments:

Anonymous said...

cocok! setuju mbak. boleh dong copas artikelnya ^_^?

Rieke Pernamasari said...

boleh banget, monggo...

Naning Wahyuni said...

Thanks, ya, mbak artikelnya. boleh copy and print ya, mau diskusi sama suami nich ttg anak.....wassalamualaikum

vizcha said...

bener bnget tuh mba,setuju aq...
makasih yah taz postingn'a,,