Monday, August 20, 2007

Jika Pasangan Tetap Memilih Bertahan........

Sikap bertahan dalam konflik bagi sebagian suami istri justru dapat membawa kebaikan bagi hubungan. Adakalanya konflik jadi bumbu dan perekat perkawinan serta menambah wawasan saling memahami perasaan, pikiran dan keinginan pasangan.

Saat berikrar menjadi suami istri dan sanggup mengarungi setiap badai yang menerpa hingga akhir hayat, tak satu pasangan yang berniat untuk kemudian berpisah atau bercerai. Namun, dalam menjalani perkawinan konflik yang muncul seringkali tak tertahankan. Banyak kisah perceraian yang terjadi. Tapi, banyak pula yang tetap bertahan dengan segala alasan. Padahal tak jarang di antara mereka sudah tak memiliki ikatan emosional lagi walau tetap hidup serumah. Mungkinkan pasangan sanggup terus bertahan dan hidup rukun seperti sebelumnya? Bagaimana pengaruhnya bagi tumbuh kembang anak yang ada?

Biasanya, pasangan suami istri yang memilih untuk tetap bertahan dikarenakan beberapa faktor. Pertama faktor financial, yang jika mereka berpisah maka kondisi ekonomi yang akan dimiliki nanti tidak sebaik saat bersama. Kedua, mempertahankan nama baik. Bila bercerai, maka kredibilitas mereka menjadi jelek di mata keluarga dan lingkungan di sekitarnya. Karena, misalnya, tak ada di riwayat keluarga yang melakukan penceraian.
Ketiga, status. Sebagian besar pihak yang bertahan adalah wanita karena tak mau menyandang status janda. Keempat, keberadaan anak. Sebagian besar pasangan memutuskan tetap bertahan karena faktor anak. Mereka ingin membesarkan anak-anak bersama dan biasanya ketika anak-anak sudah besar mereka akan bercerai. Kelima keyakinan. Ada beberapa agama yang melarang penceraian, perpisahan yang karena maut. Meskipun dalam kondisi masih berkonflik seharusnya pasangan yang bertahan itu terus mencari solusi mengatasi konflik itu sendiri.

Memang tidak enak rasanya tinggal satu atap tapi hati sebenarnya sudah tidak menyatu, terlebih lagi bagi pihak yang memutuskan untuk tetap bertahan tadi. Konsekuensi yang dihadapi pihak yang bertahan tidaklah gampang. Sakit hati, tentu terus menyertai. Kemungkinan konsekuensi yang harus diterima bagi yang bertahan adalah perang dingin, pisah ranjang, dan kondisi yang tidak enak ketika sedang bersama-sama dengan anak-anak.

Yang membuat kesal tentu jika salah satu tidak menjalankan perannya dan hanya menumpahkan tanggung jawab sepenuhnya pada satu pihak saja. Kendala yang dihadapi pihak yang bertahan dengan perasaannya yang tidak enak itu ia harus tetap dapat menghadapi anak-anaknya dengan baik.

Acting di depan anak-anak

Bertahan dalam konflik bukan sesuatu yang mudah bagi seseorang. Situasi ini bisa menguras energi dan pikiran bagi pihak yang bertahan. Apalagi bila konflik tidak kunjung selesai dan tidak ada solusi, maka akan membuat konsentrasi mereka dalam menjalankan aktivitas sehari-hari mudah teralih. Yang ada mereka kurang dapat optimal dalam melakukan aktivitas dan pekerjaannya. Bahkan dampak konflik orangtua lambat laun juga dapat dirasakan dan berimbas pada kesehatan mental anak-anak. Untuk itu, sebaiknya suami istri perlu mawas diri dengan tidak mengedepankan ego masing-masing. Mereka harus mampu berpikir jernih dan mampu melakukan introspeksi diri. Ber-acting dan pura-pura seperti menjadi suami istri yang normal mungkin mudah dijalankan di awal, namun lama kelamaan akan membuat lelah fisik dan mental.

Jika pasangan tetap bertahan demi anak-anak yang masih kecil-kecil tentu akan memberikan stres tersendiri bagi yang bertahan itu. Mereka beraksi tetap menjalankan peran sebagai sosok suami istri dan orangtua. Acting yang mereka lakukan sebenarnya membuat tertekan, tidak dapat ekspresi apa adanya karena penuh dengan ke pura-puraan dan kebohongan. Namun karena hal ini menjadi tuntutan tersendiri dan dilakukan terus menerus, kemungkinan bisa membuat mereka akhirnya terbiasa. Bahkan bisa saja lambat laun hubungan justru menjadi seperti pertemanan saja. Mereka bisa saling bekerja sama, diskusi dan membicarakan kondisi anak-anak karena sadar masih memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan dan pendidikan anak.

Sikap bertahan dalam konflik bagi sebagian suami istri justru kemudian dapat membawa kebaikan bagi hubungan yang ada. Adakalanya konflik menjadi bumbu dan perekat perkawinan. Melalui konflik dan friksi dapat menambah wawasan untuk saling memahami perasaan, pikiran dan keinginan pasangan. Yang penting bukan pengalaman konfliknya, tapi bagaimana cara mereka mencari solusi dari konflik yang terjadi. Pasangan harus sadar dan memahami adanya perbedaan di antara mereka.

Namun demikian, konflik dapat menjadi tidak sehat jika terjadi terus menerus tanpa ada penyelesaian. Apalagi bila hal ini dilakukan di depan anak-anak. Anak-anak akan merasa tidak nyaman berada di rumah, kesehatan mental mereka dapat terganggu dan prestasi belajar mereka pun dapat menurun. Yang lebih parah, persepsi mereka terhadap relasi suami istri dan konsep perkawinan akan cenderung negatif.

Efek terhadap anak dan keluarga
Sebenarnya kepura-puraan itu tidak baik, akan tetapi menunjukkan pertikaian pun juga tidak baik. Jadi jalan terbaik adalah menyelesaikan dahulu permasalahan, agar mereka dapat memperlihatkan ke anak-anak yang benar dan tidak pura-pura karena kalaupun pura-pura pasti akan kelihatan. Bagi anak yang sudah mengerti akan permasalahan orangtuanya besar kemungkinan akan mengalami perubahan, misalnya menjadi pribadi yang tidak mau peduli, tidak percaya diri, egois, dan lainnya yang tergantung kondisi temperamen anak.

Walaupun dalam dunia psikolog hal ini tidak disarankan, namun dengan melihat upaya dari salah satu orangtua dalam mempertahankan perkawinan tentu memiliki dampak positif pada anak. Karena anak akan mengambil pula pembelajaran yang dilakukan oleh orangtuanya dan diharapkan akan menjadi salah satu bekal kehidupan ketika mereka suatu saat mengalami kondisi serupa.

Tips bertahan dalam konflik
1.Segera menemukan sumber masalah dan mencari penyelesaiannya.
Anda beserta pasangan harus membicarakan permasalahan yang sedang dihadapi. Anda boleh mendapatkan penyelesaian masalah dengan bantuan pihak yang terpercaya dan kompeten, seperti pemuka agama dan psikolog untuk mencari benang merahnya. Misalnya, jika pasangan berselingkuh, maka cari tahu apa yang membuatnya menjadi demikian, sehingga yang harus dilakukan adalah membenahi diri.

2.Introspeksi. Bila Anda sudah mengetahui penyebab konflik, cobalah untuk berintrospeksi. Ini yang seringkali sulit dilakukan. Pasalnya, masing-masing pasangan pasti merasa dirinyalah yang benar. Mereka tak bakal bisa menerima kenyataan bahwa dirinyalah pangkal sebab munculnya konflik tersebut. Mungkin, Anda malu mengakui secara jujur kekurangan, tapi cobalah menjawab dengan jujur pada diri sendiri bahwa yang dikatakan pasangan Anda ada benarnya. Namun, tentunya pasangan juga harus melakukan hal serupa.

3.Jangan memperbesar masalah. Jika Anda dan suami sudah tahu sumber keributan dan konflik dalam rumahtangga, sebaiknya jangan memperbesar masalah. Juga, jangan mencari masalah baru. Misalnya, melakukan tindakan kompensasi untuk memenuhi rasa kecewa, marah atau sakit hati. Pasalnya, ini justru akan memperkeruh suasana dan menjauhkan dari penyelesaian masalah. Yang diperlukan adalah kebesaran hati menerima keadaan yang ada sambil mencoba cara membenahi diri dan situasi.

4.Komunikasi. Apapun, komunikasi merupakan pondasi sebuah hubungan, termasuk hubungan dalam perkawinan. Tanpa komunikasi, hubungan tak bakal bisa bertahan. Jadi, seberat apapun situasi yang tengah Anda hadapi, sebaiknya tetap lakukan komunikasi dengan pasangan.

5.Cari teman curhat. Kondisi seperti ini memang tidak mengenakkan. Hati merasa tertekan, namun dipihak lain Anda harus menjadi pemain sandiwara ulung. Bagaimana pun stres akan menjalari Anda. Kondisi tak nyaman ini bisa diatasi melalui berbagi dengan orang terdekat, sahabat misalnya. Dengan berbagi beban pikiran akan terasa lebih ringan. Yang harus dicermati, jangan mencari teman curhat yang lawan jenis, karena belum tentu sepenuhnya ia akan mendukung Anda. Selain itu, carilah orang yang terpercaya dan bukan pengedar gosip, karena kisah Anda mungkin tersebar dan bisa mempersulit keadaan.

6.Ingat anak. Anak biasanya menjadi senjata terampuh untuk meredam konflik antara suami istri. Ingatlah bahwa mereka masih sangat membutuhkan Anda dan pasangan, karenanya ketidakjujuran dan kepura-puraan juga tidak baik ditunjukkan pada mereka.

7.Buka lembaran baru. Jika Anda dan pasangan akhirnya bisa kembali rukun, maka Anda
harus siap membuka lembaran baru bersamanya. Jangan pernah mengungkit persoalan dan
penyebab konflik. Yang paling penting saling mengingatkan dan memperbaiki
kekurangan-kekurangan yang ada. Berpikirlah bahwa orang yang baik bukan berarti tak
pernah berbuat kesalahan. Tapi, orang yang baik adalah yang menyadari kesalahannya
dan berketetapan tak mengulang kesalahan itu.

Ketika Affair Terjadi

Setiap orang yang akan atau telah menikah tentu mendambakan kehidupan perkawinan yang harmonis, dan setia seumur hidup dengan pasangan. Namun mengapa affair bisa terjadi walau pernikahan terasa baik-baik saja?

Terjadinya affair seringkali tak terkirakan sebelumnya. Terasa seperti mengalir, dan tanpa disadari sudah menjerat demikian dalam. Kehidupan perkawinan pun berubah menjadi tak seindah dan seromantis harapan semula. Affair bisa terjadi pada siapa saja. Tidak hanya pada orang-orang yang kita anggap menjalani kehidupan dengan seenaknya, namn juga pada mereka yang kita pandang telah menjalani hidupnya dengan baik. Affair tidak hanya dilakoni oleh pria saja, melainkan juga oleh wanita di segala lapisan dan golongan, bahkan tanpa memandang usia. Affair bisa saja terjadi pada pasangan berusia muda, atau pun yang sudah berusia lanjut. Pada dasarnya tidak ada orang yang kebal terhadap perselingkuhan dimana saja dan kapan saja. Ketika seseorang memutuskan untuk mengambil tindakan yang lebih jauh dari sekedar memendam perasaan tertarik, pada saat itulah bibit-bibit affair mulai bersemai.

Ada banyak alasan mengapa sesorang memutuskan untuk menikah. Misalnya karena kebutuhan finansial, seksual, status, emosional, dan sebagainya. Maka ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut sudah terpenuhi, ada kemungkinan akan tumbuh keinginan untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

Mengapa mereka yang sudah memiliki pasangan melakukan hubungan dengan orang lain? Karena ada kebutuhan lain yang tidak ia peroleh dari pasangannya. Sehingga ketika ada ‘celah’, mereka akan berkata “ini hak gue”. Apalagi dengan kemajuan teknologi pada zaman sekarang ini, seperti handphone, email, dan lain-lain yang memungkinkan seseorang untuk melakukan komunikasi langsung tanpa diketahui oleh orang lain.

Walaupun tidak bisa dipersentasikan, Kasandra mengatakan bahwa affair biasanya terjadi pada pegawai kantoran. Hal itu dimungkinkan karena frekuensi bertemu di kantor cukup sering, apalagi penampilan di kantor yang cenderung rapi dan wangi, sehingga gampang membuat orang lain tertarik.
Mengapa Affair Bisa Terjadi?
Kadangkala orang yang pasangannya melakukan affair dihinggapi perasaan bahwa ada yang kurang atau salah dalam dirinya. Padahal, apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pihak yang setia bukanlah penyebab timbulnya affair. Tentu saja tetap ada kemungkinan bahwa pihak yang setia telah melakukan kesalahan, karena pada dasarnya tidak ada orang yang sempurna. Mungkin ada masalah, namun pasangan mereka memilih jalan yang kurang konstruktif (selingkuh) untuk memecahkan masalah. Jadi penyebabnya adalah ketidakpuasan akan pasangannya, tuntutan dari ia maupun pasangannya yang berlebihan. Tapi ada juga yang pada dasarnya selalu merasa cukup dengan satu pasangan. Semua itu bisa terjadi pada siapa saja. Tidak ada yang salah pada diri mereka yang setia.

Mencari sebuah hubungan emosi merupakan faktor yang sering memicu affair. Seseorang mungkin merasa puas dengan pernikahan, namun karena banyak menghabiskan waktu di kantor dengan rekan kerjanya yang berlawan jenis, ia terdorong untuk melakukan affair. Awalnya mungkin hanya perhatian, saling menggoda, sampai saling tertarik. Tapi apabila ada komitmen dari kedua pihak untuk saling mengintrospeksi tentang peran masing-masing dalam keluarga, akan mencegah terjadinya perselingkuhan.

Namun disisi lain ada dua faktor yang menyebabkan seseorang melakukan affair. Pertama adalah faktor internal seperti: ingin tahu, bosan, kebutuhan untuk membuktikan diri, ingin mendapatkan sesuatu yang lain, atau jatuh cinta pada orang lain. Faktor internal juga bisa disebabkan karena kekaguman terhadap orang yang memiliki 'power', kebutuhan akan tantangan, mendapatkan kelegaan karena disakiti atau dendam kepada pasangannya, dan sebagainya.

Faktor kedua adalah pengaruh eksternal. Peluang affair akan semakin terbuka, bila ada kesempatan untuk saling tertarik. Biasanya orang itu sering mendatangi tempat-tempat hiburan yang memungkinkan pertemuan dengan orang-orang baru secara bebas, memiliki kelompok teman yang berpengalaman berselingkuh, dan nilai-nilai moral seksual yang cenderung bebas, serta sering bepergian meninggalkan pasangannya dalam waktu yang relatif lama.

Banyaknya tayangan media – film, soap opera, novel dan sebagainya – mengenai perselingkungan juga dapat membuat orang menjadi 'terbiasa' atau membangkitkan rasa ingin tahu untuk mengalaminya. Alasan orang untuk melakukan affair, biasanya bukan karena satu alasan, melainkan lebih dari satu alasan.

Keluar dari affair
Hanya satu kata bagi mereka yang ingin keluar dari affair. “Say stop or quit!”. Berusahalah memperbaiki hubungan dengan pasangan, dan bila perlu carilah pihak ketiga yang matang dan dewasa untuk menjadi penengah bila diperlukan. Fokuslah untuk mencari solusi dalam menghadapi tantangan, atau masalah-masalah yang ada. Akan menjadi rumit bila pelaku affair tetap menginginkan agar perselingkuhan berlanjut.

Kasandra mengatakan, yang perlu dilakukan oleh pelaku affair adalah resistensi diri dan strategi untuk menghindar. Pertama adalah niat. Jika ada gejala-gejala yang kurang baik kita harus menghindar dengan cepat dan berfikir akan keluarga. Tetapi pada saat menolak pun harus hati-hati karena bisa jadi pasangan selingkuh kita justru menjerumuskan diri kita. Selain itu, pasangan pun harus mendukung dan membantu untuk stay away from affair
Dari segi internal, perkuat iman dengan kegiatan yang dapat memperdalam ibadah. Pelajari dan kenali kebutuhan-kebutuhan psikologis diri sendiri, dan mengarahkannya dengan cara yang konstruktif. Mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri diperlukan untuk bisa mengenali dan menghindari situasi-situasi yang menggoda. Bila membutuhkan teman bicara, sebaiknya tidak dengan lawan jenis. Bila senang tipe perempuan yang ceria dan mungil, misalnya, sebaiknya hindari situasi yang mungkin dapat mendekatkan dirinya dengan teman atau kenalan dengan profil seperti itu.

Membangun Kembali Keluarga
Affair dapat terjadi pada hubungan yang telah terjalin kuat sekalipun, sehingga meninggalkan perasaan terkhianati, marah, dan bersalah yang mendalam. Menurut Association for Marriage and Family Theraphy, 25 persen pasangan menikah, sulit mengatasi masalah ini. Tetapi adanya dukungan keluarga, teman, psikolog, dan pengertian pasangan, akan memperbesar peluang untuk mengakhiri perselingkuhan, dan kembali membangun hubungan yang lebih kuat.
Meskipun sulit, pasang surut dalam memulai kembali hubungan setelah terjadinya affair adalah sangat wajar. Namun perlu disadari, bahwa dasar yang perlu dibangun pada setiap pasangan adalah kepercayaan. Kepercayaan dibentuk oleh kedua pihak dengan cara menjaga dan bertanggung-jawab dalam melaksanakan komitmen yang dibuat bersama. Pasangan suami istri perlu memperkuat aspek mental, rohani dan psikologis mereka. Godaan-godaan akan selalu ada karena kehidupan berkeluarga itu seperti perjalanan hidup yang senantiasa ada masa ups, dan downs.
Komitmen terhadap kejujuran sangatlah penting. Pasangan yang lebih terbuka dan dapat berkomunikasi dengan baik biasanya lebih kuat menghadapi masalah. Terbuka dan jujur pada pasangan, akan memperkuat hubungan emosi suami-istri dan menghindari kemungkinan sang pasangan berbuat “diam-diam”. Proses diskusi, akan menghilangkan keinginan sesorang untuk mengambil tindakan di luar sepengetahuan pasangannya.
Ia menambahkan, sepanjang tidak menginginkan perselingkuhan, maka lebih mudah bagi pasangan suami istri untuk menepis godaan yang datang. Mereka akan tetap fokus untuk menghadapi setiap tantangan dan kesulitan yang muncul dalam kehidupan. Orang yang memilih untuk selingkuh sebenarnya tidak menyelesaikan masalah lama mereka, tapi malah menambah 'masalah baru'.
Perlu dipahami bahwa pelaku perselingkuhan telah menyakiti pasangan mereka, sehingga perlu sabar dan lapang dada terhadap reaksi pasangan. Pahami juga bahwa pasangan mereka juga membutuhkan waktu untuk menerima dan memaafkan. Katakan secara baik-baik kepada teman selingkuhnya, bahwa ingin menghentikan hubungan mereka.
Kalau pasangan selingkuhnya – saya sering memanggilnya ‘predator’ – cukup pengertian seharusnya tidak menjadi masalah. Tapi apabila terjadi kerumitan lebih lanjut, misalnya si ‘predator’ tidak mau melepaskan hubungannya, maka berbicaralah dengan asertif dan konsisten. Bila Anda merasa lemah sebaiknya hindari si ‘predator’ itu dan berbicaralah pada pasangan Anda untuk mendapat dukungan dan bantuan

Tips mencegah affair :
1.Terbuka. Kejujuran adalah kunci untuk menghindari affair. Saling terbukalah dengan
pasangan dan selalu mendukung satu sama lain.
2.Kedekatan. Buat dan pelihara keintiman baik secara emosi dan seksual.
3.Smart. Jangan terjebak pada pernyataan bahwa manusia tidak luput dari godaan.
4.Waspada. Ketika mulai tertarik pada seseorang, segera ambil jarak sebelum muncul
perasaan lebih dalam.
5.Jaga sikap. Kalau Anda merasa mudah membuat orang tergoda,ingatlah bila tidak ingin
terbakar, jangan main api.
6.Percaya. Kepercayaan dibentuk dengan bersikap setia kepada pihak lain. Hindari
hal-hal yang membuat kita terpaksa membohongi pasangan.
7.Setia. Kesetiaan adalah cara terbaik untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
dalam suatu perkawinan. Jika merasa tidak puas atau menginginkan pasangan seksual
lain, telitilah dari mana datangnya keinginan ini.
8.Hindari kemungkinan dan kesempatan untuk bertemu pasangan selingkuh, atau pergi
berduaan dengan lawan jenis yang bukan pasangan Anda.
9.Ganti nomer HP atau saluran kontak lainnya, bila perlu.

Friday, August 03, 2007

Tetap Mesra Meski Sudah Ada Anak

Kualitas relasi dan kemesraan suami istri itu dapat turun naik. Apalagi jika harus pula membagi perhatian pada anak. Bagaimana tetap menjaga kemesraan tanpa mengurangi perhatian pada anak?

Bukan saja sebagai anugerah, anak juga diharapkan dapat menjadi penerus keluarga dan mempererat ikatan suami istri. Namun, bila salah satu pasangan kurang peka, kehadiran anak bisa menganggu bahkan mengancam hubungan suami istri. Karena beranggapan anaklah saat ini yang berada di atas kepentingan suami istri. Lama-kelamaan bisa membuat longgar hubungan karena salah satu pasangan (terutama istri) terlalu asyik dan fokus pada momongan baru sehingga dia tidak memiliki waktu lagi buat suami. Perhatian yang tidak seimbang ini tak dipungkiri dapat menimbulkan rasa tak diperhatikan lagi. Ini dapat menjadi potensi konflik dalam rumah tangga.

Ketika sebuah pasangan memiliki momongan untuk pertama kalinya, maka keduanya memiliki peran yang baru yakni sebagai seorang ayah dan ibu. Perubahan peran masing-masing ini untuk sebagian besar pasangan disikapi sebagai suatu pembelajaran sebagai orangtua, namun tidak demikian bagi sebagian pasangan yang beranggapan bahwa anak dapat mengancam keharmonisan. Jika memang hal ini demikian terjadi, kemungkinan istri terlalu letih mengurus bayi.

Kemungkinan terjadi situasi demikian dapat dipengaruhi oleh kepribadian dari pasangan. Misalnya suami yang terbiasa diladeni atau ditunggui ketika sedang sarapan. Dengan bertambahnya kesibukan istri mengurus anak, kemungkinan bisa saja hal itu tak bisa dilakukan lagi atau dilakukan istri jika ia tak sibuk. Dari hal kecil seperti ini dapat menjadi pencetus pertengkaran. ’Ketidak siapan istri berganti peran bisa membuat istri tertekan karena bertambahnya beban. Akibatnya istri menjadi sering marah-marah, merasa lelah fisik dan mental yang pada akhirnya akan mengganggu relasi suami istri.

Memiliki anak memang membutuhkan kesiapan mental yang tinggi dari suami istri. Mereka seharusnya menyadari bahwa dengan datangnya anggota baru tentu perhatian tidak lagi fokus pada pasangan tetapi sebagian perhatian dialihkan ke anak. Di sini perlu adanya pengertian dan keterbukaan dalam komunikasi. Hal-hal yang membuat salah satu pasangan tertekan sebaiknya dikomunikasikan (sharing). Agar hubungan suami istri tetap terjaga, misalnya ketika istri mengeluh capek mengurus bayi, sebaiknya suami tak meremehkan dan melakukan judgement bahwa memang demikian adanya. Suami sebaiknya berusaha empati dan memahami perasaan istri. Dengan demikian, istri merasa memiliki teman berbagi rasa. Istri juga tidak merasa “kamu enak di kantor sedangkan saya capek di rumah” Di sisi lain ketika suami pulang kantor, istri berusaha sejenak menemani ngobrol sambil bercerita mengenai kegiatannya dari pagi hingga sore. Bisa juga memberi kesempatan pada suami untuk mengeluarkan uneg-uneg selama di kantor.

Membagi Pola Asuh
Pasangan yang sama-sama bekerja tentu memiliki masalah tersendiri. Sebagian energi mereka sudah terkuras dari pagi hingga sore di pekerjaannya masing-masing. Sebagian pasangan merasa sudah tidak memiliki waktu lagi untuk bercanda dengan anak karena tiba di rumah sudah menjelang malam. Bagi seorang istri kedekatannya pada anak mungkin diberikan pada saat ia pulang kantor, dengan begitu perhatiannya pada suami menjadi terbengkalai. Begitu juga dengan suami, terkadang sebagian dari suami berpikiran bahwa mengurus anak adalah pekerjaan istri sehingga ia tidak berpikir bagaimana mengurus anak.

Namun, dari sebagian pasangan yang sama-sama bekerja ada pula yang sudah tidak memiliki kesempatan untuk ngobrol dengan pasangan. Yang ada di benak mereka adalah keinginan untuk cepat dapat istirahat. Bila situasi ini tidak dicermati tentu akan menurunkan kualitas hubungan, bukan hanya kualitas hubungan suami istri tetapi akan berdampak kepada anak.

Pasangan perlu pandai mencermati situasi dan waktu yang ada terutama ketika anak sedang tidur atau sedang tidak rewel. Pada saat demikian pasangan dapat melakukan komunikasi dan menjaga kemesraan bersama. Jangan pernah merasa bahwa anak adalah beban. Kalau mengurus anak dapat dinikmati maka masalah-masalah yang mungkin terjadi sehubungan dengan mengurus anak tidak akan sampai menjadi sumber pertikaian antara suami istri. Hal yang perlu disadari dan disepakati bersama adalah bagaimana pola asuh dan pengaturan waktu untuk semua kegiatan keluarga setelah kehadiran si kecil. Dengan demikian kedua orang tua akan sadar konsekuensi dari perubahan kondisi keluarga mereka dengan kehadirannya. Apalagi bila keduanya sama-sama bekerja.

Pasangan harus mampu mengatur waktu dan juga pembagian kerja dengan pasangan tentang kapan dan tugas apa saja dalam pengasuhan anak. Selain itu diperlukan pula kemampuan mendelegasikan tugas pengasuhan itu sendiri pada pihak yang dapat diandalkan dan dipercaya, misalnya orangtua, mertua, atau pengasuh. Bila cermat dan bertanggung jawab, maka orangtua tidak perlu timbul rasa bersalah. Keterampilan pembagian tugas dan pendelegasian itu sebenarnya juga penting agar pasangan tidak menjadi stres. Kalau mereka stres tentu pengasuhannya juga tidak optimal. Aktivitas yang dikerjakan dan dijalani bersama justru harus menjadi aktivitas yang menyenangkan, tanggung jawab bersama dan bukan sebuah beban.

Buat Strategi

Meninggalkan anak sebentar bukanlah suatu dosa. Oleh karena itu di sela-sela kesibukan ada baiknya meluangkan waktu sejenak untuk pergi bersama. Diskusikan dengan pasangan apa yang akan dilakukan berdua. Makan di luar, belanja bulanan atau nonton bisa menjadi pilihan dan bertujuan untuk refreshing. Dalam kehidupan rumah tangga pasangan suami istri terkadang memerlukan penyegaran hubungan. Ada beberapa cara yang ditempuh pasangan, antara lain dengan meluangkan waktu khusus untuk berduaan pergi keluar rumah agar merasa berpacaran lagi. Namun ketika keluar rumah, kita juga perlu memastikan anak diasuh oleh orang yang dipercaya. Sehingga ketika kita berada di luar pun juga merasa nyaman.

Istri jangan terlalu asik “bermain” dengan anak tetapi juga berusaha untuk melibatkan suami dalam aktivitasnya terutama ketika hari libur. Selain itu, istri juga dapat meminta suami untuk membantu menangani anak seperti menyuapi, mengganti baju, memandikan dan lain sebagainya. Dari keterlibatan ini akan tercipta kerja sama yang baik dan di sisi lain pasangan tidak merasa tersisih.

Namun komunikasi suami-isteri memang harus jujur dan terbuka, sehingga apa yang diinginkan oleh masing-masing pasangan dapat disampaikan dan tidak dipendam saja. Kemudian kegiatan mengasuh bayi dinikmati dan menjadi kegiatan berdua, serta perlu juga diatur waktu-waktu khusus untuk diri sendiri dan bersama pasangan. Si kecil juga dapat diajak komunikasi kok. Bisikkan atau katakan padanya bahwa orangtuanya juga perlu waktu untuk dapat men-charge energi dengan kegiatan-kegiatan refreshing supaya dapat memberikan yang terbaik dari diri mereka untuk dia juga.

Tips pasangan awet mesra
1.Buat pola mengasuh anak dengan baik. Jika memang harus mengasuh tanpa ada
babysiter, maka kalian perlu membuat pola mengasuh seperti apa yang akan digunakan,
agar waktu untuk bersama pun tidak terbengkalai.
2.Kalau hanya menjadi penonton, tentu perasaan bosan dan jenuh akan cepat muncul.
Untuk menghindarinya maka suami perlu diajak untuk terlibat dalam bermain dan
mengasuh si kecil.
3.Isteri jangan terlalu berharap banyak bahwa suami akan dapat membantu banyak Yang
penting adalah keterlibatannya secara emosional dulu . Dengan begitu si ayah juga
akan menikmati dan tidak merasa terbebani dan menikmati kegiatannya bersama si
kecil.
4.Cobalah untuk pergi ke tempat-tempat Anda pacaran dulu, misalnya bioskop, kafe dan
lain-lain. Gairah harus terus dijaga karenanya sesekali ciptakan suasana seperti
ketika pacaran dulu.
5.Jika sama-sama bekerja, cobalah untuk pulang bersama dari kantor. Jadi komunikasi
tetap berjalan di sepanjang perjalanan pulang.
6.Bersikap terbuka. Jika Anda memiliki uneg-uneg, jangan dipendam sendiri, karena
akibatnya malah tak mengenakkan bagi Anda maupun pasangan. Utarakan saja apa yang
membuat Anda tidak tenang.
7.Tetap tampil menarik. Memang, penampilan sebelum dan sesudah menikah pasti berbeda.
Apalagi bila sudah punya anak. Biasanya, bentuk badan berubah, menjadi gemuk
misalnya. Namun, bukan berarti Anda tak bisa tampil menarik di depan suami. Meski
bentuk tubuh berubah, Anda tetap bisa, kok berdandan cantik. Berpakaian rapi
misalnya. Hal-hal seperti inilah yang kadangkala membuat suami tak betah tinggal di
rumah dan mencari wanita idaman lain.
8.Beri kejutan. Tidak ada salahnya, sekali-kali Anda memberikan kejutan pada
pasangan. Kejutan ini dapat menjadi tanda besar bahwa Anda masih memperhatikan
pasangan. Tak perlu yang berharga mahal, agenda kerja bertuliskan kata-kata cinta
atau cokelat berbentuk hati pun cukup unik dan membuat kenangan tersendiri bagi
pasangan.
9.Buatlah beberapa hal yang akan dilakukan pasangan bersama. Hal ini untuk membantu
membangun relasi dan kemesraan kembali.
10.Bulan madu kedua. Ambillah cuti dua-tiga hari dan pergilah ke tempat-tempat
romantis, berdua saja, tanpa kehadiran anak-anak. Dalam suasana ini, Anda akan
merasakan kembali cinta pertama seperti saat belum ada anak-anak.